Proses belajar dalam perspektif Bruner melibatkan tiga proses yang terjadi pada waktu yang hampir bersamaan. Tiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) mengubah informasi dan (3) mencari relevansi dan akurasi pengetahuan. Informasi baru merupakan peningkatan dari informasi sebelumnya individu atau mungkin bertentangan dengan informasi individu sebelumnya.
Dalam proses konversi pengetahuan, pengetahuan diproses untuk beradaptasi dengan tugas-tugas baru. Oleh karena itu, transformasi adalah tentang bagaimana pengetahuan diproses, apakah dengan ekstrapolasi atau bentuk modifikasi lainnya. Hampir semua orang dewasa menggunakan tiga sistem keterampilan untuk menampilkan potensi penuh mereka. Ketiga sistem keterampilan tersebut disebut oleh Bruner sebagai tiga metode penyajian. Ketiga metode tersebut adalah enaktif, ikonik dan simbolik.
Karya Bruner menekankan perkembangan kognitif ini berfokus pada bagaimana manusia berinteraksi di lingkungan alam dan merinci pengalaman mereka. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahap yang ditentukan dari cara penyajian anak ketika melihat lingkungan sekitar, yakni; enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-5 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
Pada tahap awal atau enaktif, anak akan terlibat dalam kegiatan belajar tentang lingkungan mereka. Di tahap ini anak-anak menggunakan keterampilan motoriknya untuk memahami apa saja yang ada di sekitar mereka. Misalnya, mengunyah, menyentuh, meraih, dll.
Pada tahap kedua atau ikonik, anak belajar memahami suatu objek atau dunianya melalui gambar dan segala hal yang bersifat visual. Dengan kata lain, anak belajar dalam bentuk fisik (penampilan) dan membandingkannya (komparasi) dengan menjelajahi dunia di sekitarnya.
Pada tahap ketiga atau simbolik, anak sudah memiliki ide dan gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan bahasa dan logika mereka. Dengan memahami dunia di sekitar mereka, anak-anak belajar melalui simbol-simbol seperti bahasa, logika, dan matematika. Komunikasi terjadi dengan menggunakan beberapa sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.
Meskipun demikian, ketika anak berada pada tahap simbolik bukan berarti anak tidak menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan bukti perlunya sistem enaktif dan ikonik dalam proses pembelajaran.
Pada tahap enaktif, hal ini dapat dilihat ketika anak melakukan tindakan-tindakan motorik yang bersifat manipulatif. Dengan cara ini, anak bisa mengenal sisi sebenarnya tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Oleh karena itu, metode ini memerlukan penyajian peristiwa masa lalu melalui respon motorik. Misalnya, anak yang enaktif mengetahui bagaimana cara mengendarai sepeda. Bagaimana langkah awal menaiki sepeda, bagaimana koordinasi gerakan tangan dan kaki saat bersepeda, hingga bagaimana gerak koordinasi saat menghentikan kegiatan bersepedahnya
Sementara itu pada tahap ikonik, hal ini dapat dilihat ketika anak melakukan segala sesuatu hal berdasarkan pikiran internalnya. Pengetahuan disajikan oleh serangkaian gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak sepenuhnya mendefinisikan konsep tersebut. Misalnya, gambar segitiga tidak mewakili konsep kesegitigaan secara definitive (karena hanya gambar, sehingga tidak menjelaskan secara utuh karakteristik hingga penjelasan jenis-jenis segitiga).
Pada tahap simbolik, cara penyajian anak lebih ditekankan pada kemampuan mereka yang memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek, memberikan hierarki konsep, dan memperhatikan alternatif dalam sebuah kombinasi.
Sebagai contoh dari ketiga penyajian ini, kita dapat melihat cara belajar anak dalam menggunakan jungkat-jungkit. Anak-anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan “prinsip” jungkat-jungkit dan naik ayunan untuk menunjukkan cara bermainnya. Dia tahu dia harus duduk jauh dari pusat titik tengah untuk menjadikan ayunannya lebih tinggi. Anak yang lebih besar dapat menyajikan keseimbangan pola atau gambar. “Bayangan” tangga dapat ditentukan sebagai buku teks. Akhirnya, keseimbangan dapat dijelaskan secara linguistik tanpa foto, atau secara matematis menggunakan hukum momen Newton.